Senin, 27 Mei 2013

Mencari Arti Hidup Sebenarnya untuk Masa Depan

Pernah berpikir tentang makna hidup?


      Pernahkah Anda bertanya Siapa Aku? Dalam diri Anda, atau coba renungi dalam-dalam dan hayati : untuk apa kita hidup, dan mau dikemanakan hidup kita? Jika Anda tidak tahu apa jawabannya. Bisa jadi Anda selama ini tidak tahu untuk apa Anda ada di dunia ini. Dan hidup Anda pasti Anda alirkan saja seperti air yang mengalir.

     Ketika kita menggunakan sepeda motor misalnya, kita menyalakan mesin motor tersebut, lalu kita naik dan mengendarainya.Tetapi kita sendiri tidak tau kemana kita harus pergi. Ahirnya, hanya berputar-putar saja, dan melewati jalan yang sama berulang kali. Apa yang kita rasakan? Tentu saja hampa, bukan. Tidak berasa. Seperti itulah hidup yang kita rasakan apabila tanpa kita memaknai hidup dengan benar, tanpa arah, dan tanpa tujuan.

     Ayam menghasilkan telur, sapi menghasilkan susu, lebah punya madu, cacing yang mungkin Anda jijik melihatnya dapat menyuburkan tanah. tumbuhan dapat pula kita makan sehari-hari, benda mati seperti kursi saja punya manfaat untuk kita duduki, komputer membantu kita bekerja sehari-hari, lalu kita? Untuk Apa?

Hidup pun punya makna, bukan hidup tanpa makna, sehingga hidup terjadi apa adanya. Apakah Anda hanya ingin hidup yang sebentar ini untuk suatu hal yang sia-sia.

Saya contohkan,
Dalam hidupnya Rani bersekolah hingga umur 18 tahun, lalu di melanjutkan kuliah, tetapi ia tak pernah cocok dengan kuliahnya tersebut. Rani menjalaninya dengan terpaksa, setelah lulus Rani menikah dan mempunyai anak, setelah itu dia membesarkan anak dan menjadi ibu rumah tangg. Rani melakukan itu hingga masa tua.

Apakah Anda akan menghabiskan hidup Anda dengan hanya menjadi ibu rumah tangga saja? Hidup ini tidak ada gunanya donk. Tidak berarti apa-apa dan tidak mempunyai kesan. Seorang tukang batu, dia memaknai hidup ini untuk menjadi tukang batu dan bekerja terus sampai tua, seorang direktur, terus bekerja di kantor berkutat dengan kertas-kertas dan dokumen-dokumen dalam pekerjaannya. Apakah Anda tidak bosan? Pasti iya, kenapa? Karena makna hidup sesungguhnya tidak Anda temukan.

Ketika salah dalam memaknai hidup, Anda selamanya akan terjebak dalam ketidak bermaknaan hidup. Hidup ditangan orang materialis, orang tersebut akan memikirkan bagaimana dalam hidupnya selalu dipenuhi oleh materi. Jika hidup ditangan orang hedonis, maka hidup akan diartikan senagai mencari kesenangan, yang penting senang. Begitu juga dengan hidup digenggaman orang malas, otomatis selamanya hidup akan dipenuhi oleh rasa malas untuk melakukan suatu hal sekecil apapun.

Mengapa Tidak Bermakna?

Sebagian besar anak yang menginjak usia remaja seringkali dihinggapi rasa kebingungan. Bingung untuk menentukan kemana harus pergi, dimana harus melangkahkan kaki, apakah yang aku lakukan ini benar, kenapa aku melakukan ini, rasa bosan, putus asa, dan macam-macam.

Seringkali pula melahirkan rasa tidak peduli (apatis), sehingga pada akhirnya hanya melakukan pelarian. Lari dari realitas yang sesungguhnya. Lari dinyatakan sebagai suatu alternatif pemusnahan masalah bagi mereka, padahal sebenarnya lari tidak menyelesaikan masalah, bahkan menambahkan masalah karena masalah akan semakin tertumpuk dan tidak terselesaikan.

Victor Frankl, mengidentifikasi keadaan hidup yang tidak bermakna sebagai gejala penyakit psikologi, bernama frustasi eksistensial. Victor Frankl mengartikan frustasi eksistensial sebagai suatu keadaan penderitaan batin berupa adanya perasaan-perasaan hampa, keadaan “mati” sebelum mati”.

Penderita penyakit ini dapat dikatakan mengalami suatu kematian diri (jiwa) akibat dirasakaannya hidup yang tidak berguna dan tidak bermanfaat. Manusia dapat menjadi seperti mayat yang hidup.

Lalu,mengapa bisa terjadi?

Remaja kebanyakan tidak tahu mengenai penyakit ini, bahkan bagaimana cara menyelesaikannya, karena kurangnya ilmu pengetahuan dan penyebaran informasi yang relatif sedikit. Jika tidak tahu maka cenderung tidak dipedulikan dan dilupakan begitu saja.
Remaja tidak tahu nilai penting sebuah hidup itu. Lalu, lahirlah istilah-istilah bahwa hidup adalah permainan, hidup hanyalah panggung sandiwara. Sehingga, manganggap hidup pada akhirnya tidak penting untuk diperjuangkan.

Emosi yang masih labil, lebih mengutamakan perasaan, dan mengikuti sistem kepercayaan yang turun-temurun. Prestise harga diri pun terlibat. Dari kecil seorang anak sudah didoktrin, bahwa hidup yang enak adalah mempunyai materi, seperti menjadi dokter, insinyur, pilot, astronom, sehingga remaja pada akhirnya cenderung mengarahkan hidupnya disitu.

Imbas dari berkembangnya industrialisasi di negara-negara maju dan berkembang. Efek negatif dari industrialisasi ini akan mengakibatkan watak-watak pragmatisme, materialisme, individualistik dan liberalisme. Bahkan nihilisme yang memandang kehidupan tidak lain dadalah proses pembakaran dan kekosongan (fana).

Mudah saja mengenali orang yang tidak punya makna hidup. Kebanyakan ketika ditanya cita-citanya mereka akan menjawab tidak tahu, atau ditanya apa tujuan hidupmu maka jawabannya juga tidak tahu. Orang yang selalu bingung dan bimbang, linglung, tidak bersemangat dalam hidup, tidak mempunyai spirit dalam hidup atau motivasi untuk hidup.

Dampak Ketidakbermaknaan hidup


Problem-problem tersebut sangat rawan untuk menimbulkan masalah pada remaja. Utamanya masalah yang berkenaan dengan hidup. Hal ini mempengaruhi hidup seorang akan mencapai kesuksesan atau tidak. Maka lahirlah sifat-sifat inferior atau superior yang membuat seorang tidak mengenali potensi dirinya dan mengantarkan pada keterpurukan dan kehancuran hidup.

Seorang yang salah memaknai hidupnya sama dengan seorang yang tersesat di suatu jalan. Dia tidak akan sampai pada jalan yang benar. Dan terus memilih jalan yang salah, jalan yang tidak akan sampai pada tujuan hidup yang sebenarnya.

Bunuh diri, merupakan salah satu efek dari pemahaman makna hidup yang tidak benar. Seorang yang frustasi karena putus cinta misalnya, menganggap bahwa hidupnya tidak akan bermakna tanpa ada pasangannya yang dicintainya itu mendampinginnya. Secara, langsung berarti hidup adalah untuk mendapatkan cinta, Tiada cinta, maka berakhirlah hidup. Putus Asa, hanya ingin mendapatkan jalan pintas atau bahkan tidak tahu cara menyelesaikan permasalahannya itu akhirnya keputusan mengakhiri hidup yang dipilih. Padahal, ketika menyadari bahwa masalah tidak akan berakhir setelah bunuh diri, dan jikalau anda termasuk orang beragama, Anda pasti tahu bahwa ada kehidupan setelah mati.

Penderita penyakit frustasi eksistensial dapat menjadi depresi apabila sudah terjadi berlarut-larut dan tidak ada penanganan yang memadai, sehingga terjadilah komplikasi penyakit, yaitu frustasi dan depresi yang diakibatkan frustasi tersebut.

Sebenarnya masalah ketidakbermaknaan hidup merupakan masalah yang sangat penting, dan dapat merusak generasi masa depan, mereka ini rawan ikut-ikutan dan rawan tersesat. Inilah penyebab utama rusaknya moral remaja, timbulnya banyak kejahatan remaja, narkoba, seks bebas, pacaran, pornografi/pornoaksi, malas belajar, pengangguran merupakan akibat ketidaktahuan bahkan salah memaknai hidup.

Begitu besar dampaknya, masihkah terus-terusan seperti ini, jika masa depan yang dipertaruhkan, suatu saat peradaban akan musnah, dimanakah kepedulian Anda terhadap diri anda sendiri dan remaja yang lain?

Tidakkah Anda ingin sembuh dari penyakit ini. Anda sakit, tetapi Anda tidak mau diobati, maka selamanya Anda akan sakit. Bangga dengan sakit?

Kebahagiaan yang Maksimal

Hidup hakekatnya adalah mencari kebahagiaan. Semua orang pasti ingin bahagia, dan untuk itulah orang melakukan sesuatu hal. Untuk kebahagiaan. Misalkan orang belajar terus-menerus dari pagi sampai malam, dari muda sampai tua tujuannya pasti untuk bisa dapat kebahagiaan, lalu orang yang inginkan kaya berarti dia ingin kebahagiaan dari kekayaannya itu, orang bersusah payah mendapatkan cinta, sampai dibela-belain segala macam, sampai mengorbankan dirinya itu pula untuk mendapatkan kebahagiaan.

Apakah Anda hanya sekedar menginginkan bahagia yang hanya sementara itu, untuk mendapatkan kenahagiaan yang sebentar saja Anda harus berkorban sebegitu lama,
Coba kita hitung. Misalkan hidup kita hanya 25 tahun, sementara Anda ingin mendapatkan kebahagiaan dari studi yang sudah Anda kerjakan selama 23 tahun, berarti Anda hanya 2 tahun menikmati hasil jerih payah Anda (kebahagiaan). 

Apakah ini kebahagiaan yang sesungguhnya? Tidak. Kebahagiaan yang sesungguhnya adalah kebahagiaaan yang maksimal, kebahagiaan yang sepadan dengan hasil kerja keras kita.

Lalu apa hubungannya dengan makna hidup? Karena hidup kita hakekatnya ialah mencari kebahagiaan yang maksimal. Maka seharusnya hidup kita arahkan pada perjuangan meraih kebahagiaaan yang maksimal itu, bukan kebahagiaan yang hanya sesaat. Itulah makna hidup. Hidup punya makna dan hidup punya arti yaitu kebahagiaan.

Orang merasa hidup ini bermakna apabila ia dapat mempunyai tujuan hidup yang dianggapnya tertinggi, sehingga hidupnya akan sangat bernilai apabila ia dapat mencapainya. Dan segala upaya yang dapat mendekatkannya kepada tujuan tersebut, akan menciptakan pengalaman bermakna. Kesadaran untuk hidup bermakna muncul melalu pengalaman dan penghayatan hidup. Setiap keberhasilan kita dalam memenuhi tujuan tersebut akan menciptakan kenikmatan dan kebahagiaan, tetapi begitu cepat kenikmatan dan kebahagiaan itu berpisah dari dari kita. Setelah itu kita akan merasakan kesemuan dan rasa berpisah yang dalam apabila itu kebahagiaan yang sesaat dan sementara kita jadikan tujuan hidup, karena itu semua akan kita tinggalkan karena kematian.

Ketika apa yang kita dapatkan belum memberikan kebahagiaan yang maksimal. Berarti kita belum dapat mengoptimalkan hidup untuk menemukan makna hidup yang benar. Kita butuh suatu tujuan hidup yang membuat kita lebih “hidup” lagi, dan berani berkorban apa saja untuk mencapainya.

Jangan sia-siakan hidup sobat, waktu kita hanya sedikit sekali. Mulailah pikirkan dan carilah makna hidup. Jangan jadi orang yang tersesat dan menyesal di kemudiaan hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar